Jumat, 31 Desember 2010

STEVEN JOHNSON SYNDROME

STEVEN JOHNSON SYNDROME
PENDAHULUAN
Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai kompleks imun yang merupakan bentuk yang berat dari eritema multiformis. SJS dikenal pula sebagai eritema multiformis mayor. SJS umumnya melibatkan kulit dan membran mukosa. Ketika bentuk minor terjadi, keterlibatan yang signifikan dari mulut, hidung, mata, vagina, uretra, saluran pencernaan, dan membran mukosa saluran pernafasan bawah dapat berkembang menjadi suatu penyakit. Keterlibatan saluran pencernaan dan saluran pernafasan dapat berlanjut menjadi nekrosis. SJS merupakan penyakit sistemik serius yang sangat potensial menjadi penyakit yang sangat berat dan bahkan menjadi sebuah kematian.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritema multiformis yang berat. Baru-baru ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada dasar penentuan kriteria klinis. Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk.
PATOFISIOLOGI
Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat yang mampu menyebabkan sindroma ini. Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.
Sekitar 50% penyebab SJS adalah obat. Peringkat tertinggi adalah obat-obat Sulfonamid, , imidazol dan NSAID, sedangkan peringkat menengah adalah quinolon, antikonvulsan aromatic dan alopurinol. Beberapa faktor penyebab timbulnya SJS diantaranya : infeksi ( virus herpes simplex, dan Mycoplasma pneumonia, makan (coklat), dan vaksinasi. Faktor fisik ( udara dingin, sinar mathari, sinar X) rupanya berperan sebagai pencetus ( trigger ). Patogenesis SJS sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV. Oleh karena proses hipersensitivitas , maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi :
1.      Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2.      Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria
3.      Kegagalan termoregulasi
4.      Kegagalan fungsi imun
5.      Infeksi.
Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa menemukan bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan dari temuan di Asia, dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SJS/TEN yang diinduksi allopurinol membawa HLA-B58 (alel B*5801 – frekuensi fenotif di Eropa umumnya 3%), mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar suku/etnik, lokus HLA-B berhubungan erat dengan gen yang berhubungan.

PROGNOSIS
Steven-Johnsons Syndrome (dengan < 10% permukaan tubuh terlibat) memiliki angka kematian sekitar 5%. Resiko kematian bisa diperkirakan dengan menggunakan skala SCORTEN, dengan menggunakan sejumlah faktor prognostic yang dijumlahkan. Outcome lainnya termasuk kerusakan organ dan kematian.
Perbedaan Eritema Multiformis, Steven-Johnsons Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis


Severity-of-Illness Score for Toxic Epidermal Necrolysis (SCORTEN)
Risk Factor*
Score

0
1
Age
40 yr
≥ 40 yr
Associated cancer
No
Yes
Heart rate (beats/min)
120
≥ 120
Serum BUN (mg/dL)
≤ 28
28
Detached or compromised body surface
10%
≥ 10%
Serum bicarbonate (mEq/L)
20
≤ 20
Serum glucose (mg/dL)
≤ 250
250
More risk factors indicate a higher score and a higher mortality rate (%) as follows:

·         0–1 = 3.2% (CI: 0.1 to 16.7)
·         2 = 12.1% (CI: 5.4 to 22.5)
·         3 = 35.3% (CI: 19.8 to 53.5)
·         4 = 58.3% (CI: 36.6 to 77.9)
·         ≥ 5 = > 90% (CI: 55.5 to 99.8)
CI = confidence interval.
Data from Bastuji-Garin S, Fouchard N, Bertocchi M, et al: SCORTEN: A severity-of-illness score for toxic epidermal necrolysis. Journal of Investigative Dermatology 115:149–153, 2000.

PENYEBAB
  • Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat.
  • Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit),
  • obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),
  • makanan (coklat),
  • fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),
  • lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
Infeksivirus
jamur
bakteri
parasit
Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia
koksidioidomikosis, histoplasma
streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonela
malaria
Obat
salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik
Makanan
Coklat
Fisik
udara dingin, sinar matahari, sinar X
Lain-lain
penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)
  • Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.
  • Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.
  • Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.
Fisik
  • Ruam dapat mulai sebagai makula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula, plak urtikarial, atau eritema konfluen.
    • Pusat ini mungkin lesi vesikuler, purpura, atau nekrotik.
    • Lesi khas memiliki penampilan target. Target dianggap pathognomonic. Namun, berbeda dengan lesi eritema multiforme khas, lesi ini hanya memiliki dua zona warna. inti mungkin vesikuler, purpura, atau nekrotik, yang zona dikelilingi oleh eritema makula. Beberapa orang menyebut lesi targetoid.
    • Lesi dapat menjadi pecah bulosa dan kemudian, meninggalkan kulit gundul. Kulit menjadi rentan terhadap infeksi sekunder. 
    • Ekstensif peluruhan
      • urtikarial lesi biasanya tidak gatal.
      • Infeksi mungkin bertanggung jawab atas bekas luka yang berhubungan dengan morbiditas.
      • Meskipun lesi dapat terjadi di mana saja, telapak tangan, telapak, punggung tangan, dan ekstensor permukaan yang paling sering terkena. 
      • Desquamation pada kaki 
        • Ruam mungkin terbatas untuk setiap area salah satu tubuh, paling sering bagasi.
        • Keterlibatan mukosa mungkin termasuk eritema, edema, peluruhan, blistering, ulserasi, dan nekrosis.

    • Meskipun beberapa telah menyarankan kemungkinan sindrom Stevens-Johnson (SJS) tanpa lesi kulit, yang paling percaya bahwa lesi mukosa saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.Sebagian mereka kini meminta kasus tanpa lesi kulit "khas" atau "tidak lengkap." 7 Kelompok ini penulis menyarankan bahwa kombinasi uretritis, konjungtivitis, dan stomatitis membuat diagnosis SJS pada pasien dengan Mycoplasma pneumoniae-diinduksi tanda dan gejala.
  • Tanda-tanda berikut mungkin dicatat pada pemeriksaan:
    • Demam
    • Orthostasis
    • Tachycardia
    • Hipotensi
    • Mengubah tingkat kesadaran
    • Epistaksis
    • Konjungtivitis
    • Ulserasi kornea
    • Erosif vulvovaginitis atau balanitis
    • Kejang, koma

MANIFESTASI KLINIS
Gejala prodormal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk, pilek, nyeri menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu timbul lesi di:
·         Kulit : berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hamper seluruh tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula kurang dari 10% disebut Steven Johnson Syndrome, 10-30% disebut Steven Johnson Syndrome-Toxic Epidermolysis Necroticans ( SJS-TEN), lebih dari 30% Toxic Epidermolysis Necroticans ( TEN ). Sekitar 80% penyebab TEN adalah obat.
·         Mukosa ( mulut, tenggorokan dan genital): berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah.
·         Mata : berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea.DIAGNOSIS

Diagnosis Steven Johson Syndrome 90% berdasarkan klinis. Jika disebabkan oleh obat, ada korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya gejala. Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan factor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan pemeriksaan histopatologik biopsy kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya circulating immune complex. Biopsy kulit direncanakan bila lesi klasik tidak ada. Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosi.
DIAGNOSIS BANDING
Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan Steven Johnson Syndrome :
1.      Toxic Epidermolysis Necroticans. Steven Johnson Syndrome sangat dekat dengan TEN. SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.
2.      Staphylococcal Scalded Skin Syndrome ( Ritter disease ). Pada penyakit ini lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada seluruh kulit. Biasanya mukosa tidak terkena.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama adalah menghentikan obat yang diduga sebagai penyebab SJS, sementara itu kemungkinan infeksi herpes simplex dan Mycoplasma pneumonia harus disingkirkan. Selanjutnya perawatan lebih bersifat simtomatik.
1.      Antihistamin dianjurkan untuk mengatasi gejala pruritus/ gatal biasa dipakai feniramin hydrogen maleat ( Avil) dapat dibeikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari, diphenhidramin hidrokloride ( Benadril ) 1mg/kg BB tiap kali sampai 3 kali per hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun: 2,5 mg/dosis, 1 kali/hari; ≥ 6 tahun: 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari.
2.      Blister kulit bias dikompres basah dengan larutan burowi
3.      Papula dan macula pada kulit baik intak diberikan steroid topical, kecuali kulit yang terbuka
4.      Pengobatan infeksi kulit dengan antibiotic. Antibiotic yang paling beresiko tinggi adalah β-lactam dan sulfa jangan digunakan untuk terapi awal dapat diberikan antibiotic spectrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Terapi infeksi sekunder menggunakan antibiotic yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin 8-16 mg/kg/hari secara intravena, diberikan 2 kali/hari.
5.      Kortikosteroid : deksametason dosis awal 1mg/kg BB nolus intarvena, kemudian dilanjutkan 0,2-0,5 mg/kg BB intravena tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi. Beberapa peneliti menyetujui pemberian kortikosteroid sistemik beralasan bahwa kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit, mempercepat kovalesensi, mencegah komplikasi berat, menghentikan progresifitas penyakit dan mencegah kekambuhan. Beberapa literature menyatakan pemberian kortikosteroid sistemik dapat mengurangi inflamasi dengan cara memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa lipokotrin, menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid dapat meregulasi respons imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin. Mereka yang tidak setuju pemberian kortikosteroid beragumentasi bahwa kortikosteroid akan menghambat penyembuhan luka, meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal sepsis, perdarahan gastrointestinal dan meningkatkan mortalitas. Faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu harus tapering off 1-3 minggu. Bila tidak ada perbaikan dalam 3-5 hari, maka sebaiknya pemberian kortikosteroid dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
6.      Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0.5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3, 4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS.
Perawatan konservatif ditujukan untuk :
1.      Perawatan lesi kulit yang terbuka, seperti perawatan luka bakar. Koordinasi dengan unit luka bakar sangat diperlukan
2.      Terapi cairan dan elektrolit. Lesi kulit yang terbuka seringkali disertai pengeluaran cairan disertai elektrolit
3.      Alimentasi kalori dan protein secara parenteral. Lesi pada saluran cerna menyebabkan kesulitan asupan makanan dan minuman.
4.      Pengendalian nyeri . penggunaan NSAID beresiko paling tinggi sebaiknya tidak digunakan untuk mengatasi nyeri.



DAFTAR PUSTAKA

Sabtu, 26 Desember 2009

ALKOHOL DAN BEROBAT DENGAN MAKANAN HARAM

PENDAHULUAN


Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’ sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam.
Sabda Rasulullah SAW “ Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)” (HR. Al-Baghawi) (Haqqi, 2003:40).
Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya makanan, obat, dan kosmetik
Berdasarkan metode Taqiyuddin An-Nabhani (1994:201; 2001:74), terdapat 3 (tiga) langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan status hukum :
  1. memahami fakta/problem secara apa adanya (fahmul musykilah al-qa`imah). Fakta ini dalam ilmu ushul fiqih dikenal dengan istilah manath (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, III/24) . Di sinilah para ulama wajib memahami masalah yang ada, dibantu oleh para ilmuwan muslim.
  2. memahami nash-nash syara? (fahmun nushush asy-syar?iyah) yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya), atau memahami hukum-hukum syara? (fahmul ahkam asy-syar?iyah) yang telah ada yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika sudah ada hukumnya),  
  3. mengistinbath hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta; atau menerapkan hukum yang telah ada pada fakta.


 PRINSIP DASAR
Prinsip-prinsip dasar berikut ini ada yang berupa suatu hukum syara’ (al-hukm al-syar’i), dan ada pula yang berupa kaidah syara’ (al-qa’dah asy-syar’yah) yaitu kaidah umum yang dapat diterapkan untuk berbagai kasus. Prinsip-prinsip tersebut.. Diantaranya :



a. Hukum Asal Benda Adalah Mubah



b. Hukum Asal Benda Yang Berbahaya Adalah Haram


 ALKOHOL
Pengertian


Khamr dalam pengertian bahasa Arab (makna lughawi) berarti menutupi. Disebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal.
Sedangkan menurut pengertian urfi (menurut adat kebiasaan) pada masa Nabi SAW, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur (Asy-Syaukani, Nailul Authar, IV/57).
Sedangkan dalam pengertian syara', khamr adalah setiap minuman yang memabukkan (kullu syaraabin muskirin).
Jadi khamr tidak terbatas dari bahan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan, baik dari bahan anggur maupun lainnya. Pengertian ini diambil berdasarkan beberapa hadits Nabi SAW.




Di antaranya adalah hadits dari Nu'man bin Basyir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbuat khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu terbuat khamr” (HR Jama'ah, kecuali An-Nasa'i).


Khamr diharamkan karena zatnya…………


Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian fakta), oleh para kimiawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang memilki sifat memabukkan dalam khamr adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah yang memiliki khasiat memabukkan. Minuman yang mengandung alkohol ini, dikenal dengan terminologi minuman beralkohol. Walaupun bermacam-macam namanya dan kadar alkoholnya, semuanya termasuk kategori khamr yang haram hukumnya ( terlihat dalam tabel berikut )



Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH (Hukum Alkohol dalam Minuman, www.mui.or.id). Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering terjadi (Mutschler, 1991:750).
Pada konsentrasi 1,0 - 1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan tidak ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Mutschler, 1991:751). Alkohol jelas banyak digunakan dalam industri minuman beralkohol, yaitu minuman yang mengandung alkohol ( etanol ) yang dibuat secara fermentasi dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya: biji-bijian, buah-buahan, nira dan sebagainya, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi.


Termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977). Menurut Per. Menkes No. 86/ 1977 itu, minuman beralkohol dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :




Golongan A dengan kadar alkohol 1 - 5 %, misalnya bir.


Golongan B dengan kadar alkohol 5- 20 %, misalnya anggur.


Golongan C dengan kadar 20 - 55 %, misalnya wiski dan brendi (http://www.halalmui.or.id/)




Minuman beralkohol dibuat dari proses fermentasi karbohidrat (pati) melalui 3 (tiga) tahapan, yaitu :
1. pembuatan larutan nutrien,
2. fermentasi,
3. destilasi etanol.


Dalam dunia kimia, farmasi dan kedokteran, etanol banyak digunakan. Di antaranya :


1. Sebagai pelarut. Sesudah air, alkohol merupakan pelarut yang paling bermanfaat dalam farmasi. Digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak senyawa organik (Ansel, 1989:313,606).


2. Sebagai bakterisida (pembasmi bakteri). Etanol 60-80 % berkhasiat sebagai bakterisida yang kuat dan cepat terhadap bakteri-bakteri. Tapi alkohol tidak bisa memusnahkan spora (Tjay & Rahardja, 1986:170; Mutschler, 1991:612).


3. Sebagai alkohol penggosok. Alkohol penggosok ini mengandung sekitar 70 % v/v, dan sisanya air dan bahan lainnya. Digunakan sebagai rubefacient pada pemakaian luar dan gosokan untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien yang terbaring lama (Ansel,1989:537).




4. Sebagai germisida alat-alat (Ansel, 1987:537).


5. Sebagai pembersih kulit sebelum injeksi (Ansel, 1987:537; IONI 2000:423).


6. Sebagai substrat, senyawa intermediat, solven, dan pengendap (Apriantono, www.indohalal.com)


Alkohol dalam Obat-Obatan
Seperti telah dijelaskan di atas dalam prinsip di atas berobat dengan benda najis dan haram hukumnya adalah makruh, bukan haram. Dengan demikian, jelaslah bahwa penggunaan alkohol –meskipun najis— dalam rangka pengobatan tidaklah berdosa, sebab hukumnya makruh. (Namun, perlu sekali dicatat, makruh itu sebaiknya ditinggalkan. Orang yang meninggalkan yang makruh, mendapat pahala dari Allah SWT. Tapi jika ia mengerjakannya, tidak mengapa dan tidak berdosa) .

Atas dasar itu, maka penggunaan berbagai bahan yang najis dan haram, tidaklah mengapa. Hukumnya makruh. Misalnya, menggunakan alkohol sebagai desinfektan klinis, sebagai pembersih kulit sebelum diinjeksi, sebagai pelarut bahan obat, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini, segala macam benda najis lainnya di luar alkohol. Misalnya penggunaan selongsong kapsul dari bahan babi, penggunaan urine sebagai sarana terapi, dan sebagainya.

Hasil penelitian para pakar kesehatan, hampir semua menyatakan alkohol dapat mempengaruhi kerja tubuh dan otak, serta mampu mengubah tingkah laku seseorang ke arah negativ.  Hingga jika sudah menjadi suatu ketagihan yang akut, sistim hormon manusia (terutama pancreatic endocrine system) menjadi terhambat, fungsi hati pun menjadi terganggu.  Selain itu juga mempengaruhi hormon kesuburan dan bayi yang dilahirkannya.  Alkohol pun dapat menghambat sistim kerja syaraf pusat, sehingga hilang kesadarannya, bahkan dalam kasus yang lebih akut, mampu menjadikan seseorang dalam keadaan koma, akhirnya binasa, padahal Allah SWT sudah memperingatkan manusia dalam firmanNya : "...., dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan" (QS Al Baqarah (2) :195)

Namun karena ada pendapat lain dari umat Islam yang mengharamkan penggunaan benda najis untuk berobat, sebaiknya sebisa mungkin kita hanya menggunakan bahan yang suci dan halal dalam dunia obat-obatan. Kalaupun kita mengikuti pendapat yang memakruhkan, kita disunnahkan menggunakan bahan yang bukan najis, sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari perselisihan. Kaidah fiqih menyatakan : Al-Khuruj minal Khilaaf mustahab (Menghindarkan diri dari perselisihan pendapat, adalah disunnahkan). (Abdul Hamid Hakim, As-Sulam , hal. 68)


Makanan
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa-apa yang terdapat  di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan......(QS Al Baqarah (29 . 168)



Selain ayat-ayat di atas banyak lagi ayat dalam Al Qur´an yang berisi suruhan atau perintah agar manusia berhati-hati dalam memilih makanan, dapat memisahkan mana yang halal (dibolehkan) dan mana yang haram (tidak diijinkan),, a,l seperti pada ayat-ayat : Q.S Al Baqarah (2) : 172, QS An Nahl (16) : 114, QS Al Mu´minun (23) : 51, QS Al Araaf (7) :31, QS Al Anàm (6) :145, QS Al Maidah (5) : 3,  QS Al Anàm (6) :121 QS Al Baqarah (2) :173, QS An Nahl(16):115.

Begitu banyak hasil penelitian para ahli yang menyatakan kesalahan dalam makanan dapat mengganggu beberapa kerja tubuh, hingga akhirnya baik langsung ataupun tidak langsung dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti : penyakit kronis pada jantung, paru-paru, darah tinggi (hypertenssion), diabetes, penyakit lambung dan usus (peptic ulcer disease),   kegemukan (obesity), depresi, tumor, kanker dsb. 
Mungkin manusia terlalu banyak makan, terlalu banyak garam, terlalu banyak gula, terlalu banyak lemak dan kholesterol, terlalu banyak bahan makanan tambahan (food additive), alkohol, merokok dsb.  


Padahal semua yang berlebihan itu tidak disukai Allah SWT, seperti dalam firman-Nya: "....,makan minumlah dan jangan berlebih-lebihan (melampaui batas yang dibutuhkan tubuh dan batas-batas yang dihalalkan)".  Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan"( QS Al Araaf (7) : 31)



Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :
  1. Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal  
  2. Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu
  3. Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa  
  4. Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam


 Sebaliknya makanan tersebut haram bila :
  1. Berbahaya dan berpengaruh negativ pada fisik dan mental manusia
  2. Mengandung najis(filth) atau produk berasal dari bangkai, babi dan binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim
  3. Berasal dari binatang yang diijinkan, tetapi tidak disembelih dngan aturan yang telah ditetapkan (secara islam) dan tidak dilakukan sepatutnya.


 Dalam Al Qur´an telah ditegaskan. Apa-apa saja makanan yang haram tersebut, seperti dalam surat Al Baqarah (2) :173, Al Anám (69) :145, An Nahl (16) :115 dan lebih diperinci lagi pada surat Al Maidah (59) :3 "Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, yang (mati) dipukul, yang(mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala....".

Semua binatang yang diharamkan sebagaimana tersebut di atas, adalah berlaku ketika dalam keadaan normal. Adapun ketika dalam keadaan darurat, maka hukumnya tersendiri, yaitu Halal.



Firman Allah:


"Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam keadaan terpaksa." (al-An'am: 119)


Dan di ayat lain, setelah Allah menyebut tentang haramnya bangkai, darah dan sebagainya kemudian diikutinya dengan mengatakan:


"Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidak ada dosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 173)


firman Allah Ghaira baghin wala 'adin (dengan tidak sengaja dan melewati batas) itu.



Perkataan ghairah baghin maksudnya: Tidak mencari-cari alasan karena untuk memenuhi keinginan (seleranya). Sedang yang dimaksud dengan wala 'adin, yaitu: Tidak melewati batas ketentuan darurat.


Daruratnya berobat
Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang diharamkan itu. Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya makan. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan:



"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (Riwayat Bukhari)


Tetapi perkenan (rukhsah) dalam menggunakan obat yang haram itu harus dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
  2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.
  3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya).

 KESIMPULAN
  • Bahwa penggunaan alkohol –meskipun najis— dalam rangka pengobatan tidaklah berdosa, sebab hukumnya makruh. (Namun, perlu sekali dicatat, makruh itu sebaiknya ditinggalkan. Orang yang meninggalkan yang makruh, mendapat pahala dari Allah SWT. Tapi jika ia mengerjakannya, tidak mengapa dan tidak berdosa) .
  • Berobat dengan sesuatu yang haram diperbolehkan apabila memenuhi syarat :
    1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
    2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.
    3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya).








Selasa, 22 Desember 2009

" BRONKHITIS "

PENDAHULUAN

Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
 
BRONKHITIS
 
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial. Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada semua usia, namun bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa. Pada bayi  penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti polusi udara, dan rokok
 
TANDA, DIAGNOSIS & PENYEBAB
Bronkhitis memiliki manifestasi klinik sebagai berikut :
  • Batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari serta biasanya disertai sputum. Rhinorrhea sering pula menyertai batuk dan ini biasanya disebabkan oleh rhinovirus.
  • Sesak napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga, mengangkat beban berat)
  • Lemah, lelah, lesu
  • Nyeri telan (faringitis)
  • Laringitis, biasanya bila penyebab adalah chlamydia 
  • Nyeri kepala
  • Demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh virus influenza, adenovirus ataupun infeksi bakteri. 
  • Adanya ronchii
  • Skin rash dijumpai pada sekitar 25% kasus
FAKTOR RISIKO
Penularan bronkhitis melalui droplet. Faktor risiko terjadinya bronkhitis adalah sebagai berikut:
  • Merokok
  • Infeksi sinus dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan atas dan menimbulkan batuk kronik
  • Bronkhiektasi
  • Anomali saluran pernapasan 
  • Foreign bodies 
  • Aspirasi berulang
KOMPLIKASI
Komplikasi jarang terjadi kecuali pada anak yang tidak sehat. Komplikasi meliputi antara lain PPOK, bronkhiektasis, dilatasi yang bersifat irreversible dan destruksi dinding bronkhial.
TERAPI
1. OUTCOME
Tanpa adanya komplikasi yang berupa superinfeksi bakteri, bronkhitis akut akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tujuan penatalaksanaan hanya memberikan kenyamanan pasien, terapi dehidrasi dan gangguan paru yang ditimbulkannya. Namun pada bronkhitis kronik ada dua tujuan terapi yaitu: pertama, mengurangi
keganasan gejala kemudian yang kedua menghilangkan eksaserbasi dan untuk mencapai interval bebas infeksi yang panjang.

2. TERAPI POKOK
Terapi antibiotika pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H. Influenzae. Untuk batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibiotika disarankan. Untuk anak dengan batuk > 4 minggu harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut terhadap kemungkinan TBC, pertusis atau sinusitis.

TERAPI AWAL
1. Bronkhitis akut
    Patogen : Biasanya virus
    Terapi   :
        Lini I  :   Tanpa antibiotika
        Lini II :   Amoksisilin,amoksi-klav,makrolida
2. Bronkhitis Kronik
    Patogen : H.influenzae, Moraxella catarrhalis, S. pneumoniae
    Terapi   :
    Lini I:  Amoksisilin, quinolon
    Lini II: Quinolon, amoksi-klav, azitromisin, kotrimoksazol
3. Bronkhitis Kronik dg komplikasi
    Patogen  : s.d.a,K. Pneumoniae, P. aeruginosa, Gram (-) batang lain
    Terapi    :

    Lini I: Quinolon
    Lini II: Ceftazidime, Cefepime
4. Bronkhitis Kronik dg infeksi bakteri
    Patogen   :  s.d.a.
    Terapi :
    Lini I: Quinolon oral atau parenteral, Meropenem atau Ceftazidime/Cefepime+Ciprofloksasin oral.

Antibiotika tersebut diatas yang dapat digunakan  dengan lama terapi 5-14 hari sedangkan pada bronkhitis kronik optimalnya selama 14 hari Pemberian antiviral amantadine dapat berdampak memperpendek lama sakit bila diberikan dalam 48 jam setelah terinfeksi virus influenza A.

3. TERAPI PENDUKUNG
  • Stop rokok, karena rokok dapat menggagalkan mekanisme pertahanan tubuh 
  • Bronkhodilasi menggunakan salbutamol, albuterol.
  • Analgesik atau antipiretik menggunakan parasetamol, NSAID. 
  • Antitusiv, codein atau dextrometorfan untuk menekan batuk. 
  • Vaporizer

" Anti konvulsan "

Antikonvulsan adalah obat untuk menghentikan atau mencegah fits atau kejang. Manfaat pengobatan harus lebih besar daripada resiko yang ditimbulkannya pada janin dan harus diusahakan untuk menggunakan obat tunggal yang paling efektif karena teratogenisitas meningkat seiring banyaknya jumlah obat yang digunakan.

Kelompok obat ini menghambat penyerapan asam folat sehingga setiap suplemen yang diberikan harus tetap diteruskan selama kehamilan.

Magnesium sulfat juga merupakan antikonvulsan yang digunakan dalam pengobatan darurat eklampsia.

INTERAKSI
1.  Fenitoin
  • Alkohol ---- asupan alkohol yang tinggi meningkatkan kadar fenitoin dalam plasma; penyalahgunaan kronis mengurangi kadar fenitoin dalam serum
  • Analgesik ---- NSAID meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam plasma
  • Antasid ---- mengurangi absorpsi fenitoin; simetidin mengurangi metabolisme fenitoin sehingga meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam plasma
  • Antibiotik ---- metronidazol meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam plasma; konsentrasi plasma dan efek antifolat meningkat akibat trimoksazol dan trimetropim
  • Antikoagulan ---- kemungkinan mengurangi efek warfarin
  • Antidepresan ---- trisiklik menurunkan konsentrasi fenitoin dalam plasma dan ambang konvulsi
  • Antiepilepsi ---- duan antiepilepsi atau lebih eningkatkan toksisitas; diperlukan pemantauan konsentrasi plasma
  • Antiemetik ---- stemetil dan turunannya menurunkan ambang konvulsi
  • Antihipertansi ---- nifedipin meningkatkan konsentrasi fenitoin dalam plasma; efek nifedipin berkurang
  • Ansiolitik dan hipnotik ---- diazepam dapat meningkatkan atau menurunkan konsentrasi fenitoin dalam plasma
  • Kortikosteroid ---- metabolisme meningkat sehingga efeknya berkurang
  • Kontrasepsi ---- metabolisme kontrasepsi oral meningkat sehingga efeknya berkurang
  • Vitamin ---- konsentrasi fenitoin dalam plasma menurun akibat asam folat; diperlukan suplemen vitamin D
2. Fenobarbital
  •  Alkohol ---- meningkatkan efek sedatif
  • Antibiotik ---- metabolisme metronidazol meningkat sehingga efeknya berkurang
  • Antikoagulan ---- metabolisme warfarin meningkat sehingga efeknya berkurang
  • Antidepresan ---- trisiklik menurunkan konsentrasi plasma dan ambang konvulsi
  • Antiemetik ---- seperti pada fenitoin
  • Antiepilepsi ---- seperti pada fenitoin, membutuhkan pemantauan dosis
  • Antihipertensi ---- efek nifedipin berkurang
  • Kortikosteroid ---- seperti pada fenitoin
  • Kontrasepsi ---- seperti pada fenitoin
  • Asam folat ---- fenobarbital memiliki efek antifolat
3. Natrium Valproat
  • Analgesik ---- aspirin meningktkan efek valproat
  • Antasid ---- simetidin meningkatkan kadar valproat dalam plasma
  • Antibiotik ---- eritromisin meningkatkan kadar valproat dalam plasma
  • Antiemetik ---- seperti pada fenitoin
  • Antiepilepsi ---- dengan dua antiepilepsi atau lebih, diperlukan pemantauan yang ketat
  • Antikoagulan ---- meningkatkan efek antikoagulan diperlukan pemantauan waktu PT
  • Kolestiramin ---- mengurangi absorpsi valproat
  • Zidovudin ---- antagonisme metabolisme zidovudin sehingga meningkatkan toksisitas
4. Karbamazepin
  • Alkohol ---- meningkatkan efek SSP
  • Antidepresan ---- trisiklik memiliki metabolisme yang dipercepat sehingga mengurangi efek pemantauan diperlukan
  • Antiepilepsi ---- konsentrasi plasma terpengaruh jika digunakan bersama sehingga diperlukan pemantauan plasma secara cermat
  • Antikoagulan ---- mengurangi efek antikoagulan warfarin
  • Simetidin ---- menghambat metabolisme karbamazepin sehingga meningkatkan konsentrasi plasma
  • Kortikosteroid ---- karbamazepin meningkatkan metabolisme betametason dan deksametason
  • Dekstropropoksifen ---- meningkatkan efek karbamazepin
  • Eritromisin ---- meningkatkan konsentrasi karbamazepin dalam plasma
  • Nifedipin ---- menurunkan efek antiepilepsi
  • OCP ---- menguarangi efek kontrasepsi
  • Tramadol ---- mengurangi efek tramadol