Sabtu, 26 Desember 2009

ALKOHOL DAN BEROBAT DENGAN MAKANAN HARAM

PENDAHULUAN


Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’ sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam.
Sabda Rasulullah SAW “ Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)” (HR. Al-Baghawi) (Haqqi, 2003:40).
Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya makanan, obat, dan kosmetik
Berdasarkan metode Taqiyuddin An-Nabhani (1994:201; 2001:74), terdapat 3 (tiga) langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan status hukum :
  1. memahami fakta/problem secara apa adanya (fahmul musykilah al-qa`imah). Fakta ini dalam ilmu ushul fiqih dikenal dengan istilah manath (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, III/24) . Di sinilah para ulama wajib memahami masalah yang ada, dibantu oleh para ilmuwan muslim.
  2. memahami nash-nash syara? (fahmun nushush asy-syar?iyah) yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya), atau memahami hukum-hukum syara? (fahmul ahkam asy-syar?iyah) yang telah ada yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika sudah ada hukumnya),  
  3. mengistinbath hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta; atau menerapkan hukum yang telah ada pada fakta.


 PRINSIP DASAR
Prinsip-prinsip dasar berikut ini ada yang berupa suatu hukum syara’ (al-hukm al-syar’i), dan ada pula yang berupa kaidah syara’ (al-qa’dah asy-syar’yah) yaitu kaidah umum yang dapat diterapkan untuk berbagai kasus. Prinsip-prinsip tersebut.. Diantaranya :



a. Hukum Asal Benda Adalah Mubah



b. Hukum Asal Benda Yang Berbahaya Adalah Haram


 ALKOHOL
Pengertian


Khamr dalam pengertian bahasa Arab (makna lughawi) berarti menutupi. Disebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal.
Sedangkan menurut pengertian urfi (menurut adat kebiasaan) pada masa Nabi SAW, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur (Asy-Syaukani, Nailul Authar, IV/57).
Sedangkan dalam pengertian syara', khamr adalah setiap minuman yang memabukkan (kullu syaraabin muskirin).
Jadi khamr tidak terbatas dari bahan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan, baik dari bahan anggur maupun lainnya. Pengertian ini diambil berdasarkan beberapa hadits Nabi SAW.




Di antaranya adalah hadits dari Nu'man bin Basyir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbuat khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu terbuat khamr” (HR Jama'ah, kecuali An-Nasa'i).


Khamr diharamkan karena zatnya…………


Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian fakta), oleh para kimiawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang memilki sifat memabukkan dalam khamr adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah yang memiliki khasiat memabukkan. Minuman yang mengandung alkohol ini, dikenal dengan terminologi minuman beralkohol. Walaupun bermacam-macam namanya dan kadar alkoholnya, semuanya termasuk kategori khamr yang haram hukumnya ( terlihat dalam tabel berikut )



Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH (Hukum Alkohol dalam Minuman, www.mui.or.id). Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering terjadi (Mutschler, 1991:750).
Pada konsentrasi 1,0 - 1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan tidak ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Mutschler, 1991:751). Alkohol jelas banyak digunakan dalam industri minuman beralkohol, yaitu minuman yang mengandung alkohol ( etanol ) yang dibuat secara fermentasi dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya: biji-bijian, buah-buahan, nira dan sebagainya, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi.


Termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977). Menurut Per. Menkes No. 86/ 1977 itu, minuman beralkohol dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :




Golongan A dengan kadar alkohol 1 - 5 %, misalnya bir.


Golongan B dengan kadar alkohol 5- 20 %, misalnya anggur.


Golongan C dengan kadar 20 - 55 %, misalnya wiski dan brendi (http://www.halalmui.or.id/)




Minuman beralkohol dibuat dari proses fermentasi karbohidrat (pati) melalui 3 (tiga) tahapan, yaitu :
1. pembuatan larutan nutrien,
2. fermentasi,
3. destilasi etanol.


Dalam dunia kimia, farmasi dan kedokteran, etanol banyak digunakan. Di antaranya :


1. Sebagai pelarut. Sesudah air, alkohol merupakan pelarut yang paling bermanfaat dalam farmasi. Digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak senyawa organik (Ansel, 1989:313,606).


2. Sebagai bakterisida (pembasmi bakteri). Etanol 60-80 % berkhasiat sebagai bakterisida yang kuat dan cepat terhadap bakteri-bakteri. Tapi alkohol tidak bisa memusnahkan spora (Tjay & Rahardja, 1986:170; Mutschler, 1991:612).


3. Sebagai alkohol penggosok. Alkohol penggosok ini mengandung sekitar 70 % v/v, dan sisanya air dan bahan lainnya. Digunakan sebagai rubefacient pada pemakaian luar dan gosokan untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien yang terbaring lama (Ansel,1989:537).




4. Sebagai germisida alat-alat (Ansel, 1987:537).


5. Sebagai pembersih kulit sebelum injeksi (Ansel, 1987:537; IONI 2000:423).


6. Sebagai substrat, senyawa intermediat, solven, dan pengendap (Apriantono, www.indohalal.com)


Alkohol dalam Obat-Obatan
Seperti telah dijelaskan di atas dalam prinsip di atas berobat dengan benda najis dan haram hukumnya adalah makruh, bukan haram. Dengan demikian, jelaslah bahwa penggunaan alkohol –meskipun najis— dalam rangka pengobatan tidaklah berdosa, sebab hukumnya makruh. (Namun, perlu sekali dicatat, makruh itu sebaiknya ditinggalkan. Orang yang meninggalkan yang makruh, mendapat pahala dari Allah SWT. Tapi jika ia mengerjakannya, tidak mengapa dan tidak berdosa) .

Atas dasar itu, maka penggunaan berbagai bahan yang najis dan haram, tidaklah mengapa. Hukumnya makruh. Misalnya, menggunakan alkohol sebagai desinfektan klinis, sebagai pembersih kulit sebelum diinjeksi, sebagai pelarut bahan obat, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini, segala macam benda najis lainnya di luar alkohol. Misalnya penggunaan selongsong kapsul dari bahan babi, penggunaan urine sebagai sarana terapi, dan sebagainya.

Hasil penelitian para pakar kesehatan, hampir semua menyatakan alkohol dapat mempengaruhi kerja tubuh dan otak, serta mampu mengubah tingkah laku seseorang ke arah negativ.  Hingga jika sudah menjadi suatu ketagihan yang akut, sistim hormon manusia (terutama pancreatic endocrine system) menjadi terhambat, fungsi hati pun menjadi terganggu.  Selain itu juga mempengaruhi hormon kesuburan dan bayi yang dilahirkannya.  Alkohol pun dapat menghambat sistim kerja syaraf pusat, sehingga hilang kesadarannya, bahkan dalam kasus yang lebih akut, mampu menjadikan seseorang dalam keadaan koma, akhirnya binasa, padahal Allah SWT sudah memperingatkan manusia dalam firmanNya : "...., dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan" (QS Al Baqarah (2) :195)

Namun karena ada pendapat lain dari umat Islam yang mengharamkan penggunaan benda najis untuk berobat, sebaiknya sebisa mungkin kita hanya menggunakan bahan yang suci dan halal dalam dunia obat-obatan. Kalaupun kita mengikuti pendapat yang memakruhkan, kita disunnahkan menggunakan bahan yang bukan najis, sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari perselisihan. Kaidah fiqih menyatakan : Al-Khuruj minal Khilaaf mustahab (Menghindarkan diri dari perselisihan pendapat, adalah disunnahkan). (Abdul Hamid Hakim, As-Sulam , hal. 68)


Makanan
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa-apa yang terdapat  di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan......(QS Al Baqarah (29 . 168)



Selain ayat-ayat di atas banyak lagi ayat dalam Al Qur´an yang berisi suruhan atau perintah agar manusia berhati-hati dalam memilih makanan, dapat memisahkan mana yang halal (dibolehkan) dan mana yang haram (tidak diijinkan),, a,l seperti pada ayat-ayat : Q.S Al Baqarah (2) : 172, QS An Nahl (16) : 114, QS Al Mu´minun (23) : 51, QS Al Araaf (7) :31, QS Al Anàm (6) :145, QS Al Maidah (5) : 3,  QS Al Anàm (6) :121 QS Al Baqarah (2) :173, QS An Nahl(16):115.

Begitu banyak hasil penelitian para ahli yang menyatakan kesalahan dalam makanan dapat mengganggu beberapa kerja tubuh, hingga akhirnya baik langsung ataupun tidak langsung dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti : penyakit kronis pada jantung, paru-paru, darah tinggi (hypertenssion), diabetes, penyakit lambung dan usus (peptic ulcer disease),   kegemukan (obesity), depresi, tumor, kanker dsb. 
Mungkin manusia terlalu banyak makan, terlalu banyak garam, terlalu banyak gula, terlalu banyak lemak dan kholesterol, terlalu banyak bahan makanan tambahan (food additive), alkohol, merokok dsb.  


Padahal semua yang berlebihan itu tidak disukai Allah SWT, seperti dalam firman-Nya: "....,makan minumlah dan jangan berlebih-lebihan (melampaui batas yang dibutuhkan tubuh dan batas-batas yang dihalalkan)".  Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan"( QS Al Araaf (7) : 31)



Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :
  1. Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal  
  2. Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu
  3. Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa  
  4. Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam


 Sebaliknya makanan tersebut haram bila :
  1. Berbahaya dan berpengaruh negativ pada fisik dan mental manusia
  2. Mengandung najis(filth) atau produk berasal dari bangkai, babi dan binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim
  3. Berasal dari binatang yang diijinkan, tetapi tidak disembelih dngan aturan yang telah ditetapkan (secara islam) dan tidak dilakukan sepatutnya.


 Dalam Al Qur´an telah ditegaskan. Apa-apa saja makanan yang haram tersebut, seperti dalam surat Al Baqarah (2) :173, Al Anám (69) :145, An Nahl (16) :115 dan lebih diperinci lagi pada surat Al Maidah (59) :3 "Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah, yang (mati) dipukul, yang(mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala....".

Semua binatang yang diharamkan sebagaimana tersebut di atas, adalah berlaku ketika dalam keadaan normal. Adapun ketika dalam keadaan darurat, maka hukumnya tersendiri, yaitu Halal.



Firman Allah:


"Allah telah menerangkan kepadamu apa-apa yang Ia telah haramkan atas kamu, kecuali kamu dalam keadaan terpaksa." (al-An'am: 119)


Dan di ayat lain, setelah Allah menyebut tentang haramnya bangkai, darah dan sebagainya kemudian diikutinya dengan mengatakan:


"Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidak ada dosa atasnya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 173)


firman Allah Ghaira baghin wala 'adin (dengan tidak sengaja dan melewati batas) itu.



Perkataan ghairah baghin maksudnya: Tidak mencari-cari alasan karena untuk memenuhi keinginan (seleranya). Sedang yang dimaksud dengan wala 'adin, yaitu: Tidak melewati batas ketentuan darurat.


Daruratnya berobat
Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang diharamkan itu. Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya makan. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan:



"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (Riwayat Bukhari)


Tetapi perkenan (rukhsah) dalam menggunakan obat yang haram itu harus dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
  2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.
  3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya).

 KESIMPULAN
  • Bahwa penggunaan alkohol –meskipun najis— dalam rangka pengobatan tidaklah berdosa, sebab hukumnya makruh. (Namun, perlu sekali dicatat, makruh itu sebaiknya ditinggalkan. Orang yang meninggalkan yang makruh, mendapat pahala dari Allah SWT. Tapi jika ia mengerjakannya, tidak mengapa dan tidak berdosa) .
  • Berobat dengan sesuatu yang haram diperbolehkan apabila memenuhi syarat :
    1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
    2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.
    3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar